Konsep Good Governance


Good governance diartikan sebagai terwujudnya tata pemerintahan atau kepemerintahan atau penyelenggaraan pemerintahan yang baik. perwujudan dari tata kelola yang baik ini setidaknya bertumpu pada tiga aktor, yaitu pemerintah, swasta dan mayarakat, sembari dilingkupi oleh moralitas moral merupakan salah satu komponen yang amat menentukan untuk melahirkan tata kepemerintahan yang baik. selama ini moral selalu dikesampingkan tidak menjadi perhatian yang seksama dalam birokrasi pemerintah, hanya digunakan sebagai pelengkap permainan sumpah jabatan saja.
Kedudukan komponen moral dalam konstelasi hubungan antara tiga komponen tata kepemerintahan yang baik di atas adalah berada di tengah-tengah yang bisa menghubungkan ketiga komponen tersebut.[1]

Menurut prof. Dr warsito utomo setidaknya ada 5 unsur utama atau indikator yang harus dipenuhi guna terciptanya good governance, yaitu :
a.       Rule of law, yang berarti terjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan bagi masyarakat maupun pihak swasta terhadap setiap kebijakan publik yang dibuat dan dilaksanakan. dengan demikian baik pemerintah, masyarakat maupun swasta menjadi terlindungi oleh adanya kepastian hukum atau perundang-undangan, sehingga ke-3 komponen tersebut tanpa ragu-ragu melaksanakan fungsi dan aktivitasnya masing-masing.
b.      Akuntabilitas, yang bermakna mampu bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan segala aktivitas yang dilakukannya. terutama dalam pemerintahan yang demokratis atau governance ini, bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan kepada masyarakat.
c.       Transparant atau Opennes, yang berarti tidak saja mengarah adanya kejelasan mekanisme formulasi, implementasi dan evaluasi terhadap kebijakan, program atau aktivitas tetapi juga terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk mengajukan tanggapan, usul maupun kritik.
d.      Profesionalisme, yang mengarah baik skill, kemampuan maupun kompetensi yang harus dimiliki oleh semua komponen atas tanggung jawab dan tugas yang dibebankan kepadanya.
e.       Partisipasi, yang memiliki makna terbukanya akses bagi seluruh komponen atau lapisan untuk ikut serta atau terlibat dalam pembuatan keputusan atau kebijakan[2].


[1] Lihat Prof. DR. Miftah Thoha MPA, birokrasi dan politik di indonesia PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal 74
[2] Lihat Prof. Dr. Warsito Utomo, Administrasi Publik Baru Indonesia Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik, Pustaka Pelajar, 2006, hal185-186 

0 komentar:

Posting Komentar