Demokrasi merupakan
salah satu kajian yang masih “seksi”
untuk di bicarakan, kata-kata demokrasi sering kita dengar baik itu di dalam
dunia kampus, dunia pergerakan bahkan sampai warung kopi maupun angkringan
kata-kata demokrasi selalu tidak pernah absen diperbincangkan.
Jika kita merujuk pada
sejarah, tentunya demokrasi bukanlah kata yang baru setidaknya 5 abad sebelum
masehi pun demokrasi sudah mulai dikenal oleh para pemikir-pemikir yunani kuno,
walaupun harus kita sadari bahwa demokrasi kita hari ini merupakan perbaikan
dari produk demokrasi terdahulu.
Sebelum penulis
berbicara terlalu jauh prihal demokrasi ini, sekiranya harus kita sadari bahwa
ada persyaratan khusus dalam memperbincangkan demokrasi, persyaratan khusus ini
adalah dengan melepaskan diri dari bias dan etnosentrisme. Syarat ini merupakan
salah satu hal yang dapat membantu kita dalam memahami konsep demokrasi secara
objektif dan komperehensif. Pandangan etnosentrisme membuat kita melihat apa yang
dimiliki oleh kita serba baik dan benar, sedangkan segala sesuatu yang berada
diluar kita merupakan hal yang sebaliknya. Kenyataan seperti ini sering kita
dengar seperti “itu kan dari barat” atau “demokrasi kan produk kapitalis” dan
lain sebagainya atau dalam terminology ali-shariati disebut dengan istilah “societe
ferme” (suatu masyarakat tertutup) kebalikan dari “societe ouverte” (suatu
masyarakat terbuka).
Secara bahasa demokrasi
berasal dari dua kata yaitu “Demos”
dan “Kratien/kratos” yang berarti pemerintahan
rakyat atau kedaulatan rakyat. Ada dua perspektif dalam memahami demokrasi ini[1],
yaitu :
1.
Demokrasi
Normatif, yaitu pemahaman yang merujuk pada idil suatu Negara seperti ungkapan
“Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” ungkapan ini
terejawantah didalam UUD 1945.
“kedaulatan
adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan
rakyat” (pasal 1 ayat 2)
“Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya, ditetapkan dengan Undang-Undang” (pasal 28).
“Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”. (pasal 29 ayat 2)[2]
2.
Demokrasi Empiris yaitu, pemahaman yang
merujuk pada konteks sejarah didalam suatu Negara, seperti demokrasi
pemerintahan masa revolusi, demokrasi parlementer dan lain sebagainya.
Dan didalam demokrasi terdapat empat tingkat
pendekatan untuk membedakan status demokrasi dalam suatu Negara, yaitu
Demokrasi Procedural, Demokrasi Agregatif, Demokrasi Deliberative dan Demokrasi
Partisipatoris[3].
1. Demokrasi
Prosedural, yaitu persaingan partai
politik dan atau para calon pemimpin politik meyakinkan rakyat agar memilih
mereka menduduki jabatan-jabatan dalam pemerintahan (legislative atau
eksekutif) di pusat atau di daerah. Rumusan ini dikemukakan oleh Joseph
Schumpeter dan diikuti dan dikembangkan oleh Samuel P. Hutington. Menurut
definisi ini terdapat dua unsure penting dalam demokrasi :
konstelasi/persaingan secara adil antar partai dan atau calon pemimpin, dan
partisipasi warga Negara dalam menilai dan member keputusan atas persaingan
tersebut
2. Demokrasi
Agregatif, berpandangan bahwa demokrasi tidak hanya keikutsertaan dalam pemilu
yang LUBER dan JURDIL dan akuntabel tetapi terutama cita-cita, pendapat
prefernsi, dan penilaian warga Negara menentukan isi UU, kebijakan dan tindakan
lainnya. Pandangan ini berangkat dari asumsi yang mengatakan orang yang tahu
dirinya adalah orang itu sendiri.
3. Demokrasi
deliberative, yaitu merupakan antithesis
dari Demokrasi Agregatif, demokrasi tidak hanya diukur dari apakah kebijkan
public dirumuskan berdasarkan preferensi dan pandangan warga Negara secara umum
tetapi terutama apakah UU dan kebijakan tersebut sesuai dengan kehendak setiap
warga Negara. Pengambilan keputusan pada berbagai institusi, seperti partai
politik, civil society, lembaga
perwakilan rakyat, pengadilan, departemen dan dinas pemerintahan, rembug desa,
dan ruang public yang lainnya dilakukan melalui diskusi/musyawarah yang tidak
hanya bersifat terbuka tetapi juga rasional (reasoned rule), hal ini
dikemukakan oleh Amy Gutmann dan Dennis Thompson.
4. Demokrasi
Partisipatoris, menyetujui pentingnya nilai-nilai demokrasi seperti self-government, persamaan atau
kesetaraan politik, dan reasoned rule tetapi
menekankan pada partisipasi seluruh warga Negara (yang sudahberhak memilih)
secara langsung dalam pengambilan keputusan. Walaupun keterlibatan secara
langsung dalam pembuatan keputusan tidak pada semua tingkatan atau pada semua
isu public, tetapi frekuensinya sering, terutama dalam pembuatan kebijakan yang
penting, dan ketika kekuasaan secara signifikan digunakan. Pandangan ini
dikemukakan antara lain oleh Benyamin Barber.
Manifestasi nyata dari
demokrasi ini salah satunya dengan cara pemilihan umum yang meliputi tiga
ketegori pemilihan, yaitu
·
Pertama,
Pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, Kab/Kota. DPR dan DPRD adalah dari
partai politik sedangkan DPD dari perseorangan.
·
Kedua,
Presiden dan Wakil Presiden. Dari partai politik atau gabungan partai politik.
·
Ketiga,
Kepala daerah dipilih secara demokratik yang diatur lebih lanjut didalam UU.
0 komentar:
Posting Komentar